Kamis, 20 Agustus 2009

Proses Terjadinya Perubahan Sosial

Proses Terjadinya Perubahan Sosial

Menurut Alvin L. Bertrand (sebagaimana dikutip Arif Rohman, 2002), proses awal perubahan sosial adalah adanya komunikasi. Melalui kontak dan komunikasi, unsur-unsur kebudayaan baru dapat menyebar baik berupa ide-ide, gagasan, keyakinan, maupun kebendaan. Proses penyebaran unsur kebudayaan dari satu masyarakat kepada masyarakat lainnya disebut proses difusi. Proses berlangsungnya difusi akan mendorong terjadinya akulturasi dan asimilasi.

1. Difusi

Difusi merupakan suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang perorangan yang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Misalnya, terdapat penemuan baru dalam suatu masyarakat, maka penemuan itu dapat diteruskan dan disebarkan kepada masyarakat yang lain dengan cara difusi sehingga mereka pun dapat menikmati manfaat dari penemuan baru itu. Oleh karena itu, difusi dapat menjadi pendorong bagi tumbuhnya suatu kebudayaan dan menambah kebudayaan-kebudayaan manusia yang telah ada.

Masuknya unsur-unsur kebudayaan baru secara difusi dapat terjadi dengan cara-cara sebagai berikut.

a. Hubungan Simbiotik

Hubungan simbiotik adalah suatu hubungan di mana bentuk dari masing-masing kebudayaan hampir tidak berubah. Contoh: pertukaran pelajar antarnegara

b. Secara Damai (Penetration Pacifique)

Dengan cara ini, unsur-unsur kebudayaan baru masuk ke suatu kebudayaan secara damai. Contohnya yaitu perubahan model baju. Banyak tren-tren baju saat ini yang dipengaruhi oleh budaya luar. Unsur-unsur asing ini diterima dengan tidak sengaja dan tanpa paksaan.

c. Peperangan (Kekerasan)

Unsur kebudayaan baru yang dapat dimasukkan secara paksa ke dalam kebudayaan penerimanya. Cara seperti ini dapat dilaku-kan dengan peperangan.

2. Akulturasi

Akulturasi merupakan proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan baru dari luar secara lambat dengan tidak menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan sendiri. Contoh, budaya selamatan merupa­kan bentuk akulturasi antara budaya lokal dalam budaya Jawa dengan budaya Islam.

3. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari luar yang bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan lokal menjadi unsur-unsur kebudayaan baru yang berbeda. Contoh, membaurnya etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Proses asimilasi akan berlangsung lancar dan cepat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong, yaitu:

a. Adanya toleransi antarkebudayaan yang berbeda.

b. Adanya kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.

c. Adanya sikap menghargai terhadap hadirnya orang asing dan kebudayaan yang dibawa.

d. Adanya sikap terbuka dari golongan berkuasa.

e. Adanya unsur-unsur kebudayaan yang sama.

f. Terjadinya perkawinan campuran.

g. Adanya musuh bersama dari luar,

Selain faktor-faktor pendorong terdapat juga faktor-faktor yang dapat menghambat proses asimilasi antara lain:

a. Letak geografis yang terisolasi.

b. Rendahnya pengetahuan tentang kebudayaan lain,

c. Adanya ketakutan terhadap budaya lain,

d. Adanya sikap superior yang menilai tinggi kebudayaannya sendiri.

e. Perasaan in-group yang kuat.

f. Adanya perbedaan kepentingan.

4. Akomodasi

Akomodasi adalah proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan lokal. Contoh, penerimaan ide demokrasi dan ide tentang HAM dari kebudayaan Barat. Proses penerimaan ini tentunya membawa perubahan pada masyarakat yang bersangkutan. Karenanya melalui proses akomodasi perubahan sosial dapat terjadi. Namun, dalam hal-hal tertentu proses akomodasi merupakan proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan luar dalam rangka menghindari konflik.

FAKTOR PENDORONG, PENGHAMBAT, DAN PENYEBAB PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat umumnya dikarenakan anggota masyarakat merasa tidak puas dengan kehidupan yang lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga yang ada di anggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Oleh karenanya, masyarakat menuntut adanya perubahan. Pada dasarnya perubahan tidak terjadi bagitu saja tanpa ada factor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam sosiologi dijelaskan bahwa perubahan social terjadi adanya factor-faktor pendorong, penghambat, dan penyebab perubahan social.

1. Faktor pendorong perubahan social

Secara umum terjadinya perubahan social dalam masyarakata dipengaruhi oleh factor-faktor tersebut antara lain :

a. Kontak dengan budaya lain

Berhubungan dengan budaya lain dapat pula mendorong munculnya perubahan social. Bila dua kebudayaan saling bertemu maka kedua kebudayaan tersebut akan saling mempengaruhi yang akhirnya membawa perubahan. Hubungan atau kontak dengan kebudayaan lain dapat dilakukan denga 3 cara yaitu difusi (pertukaran informasi), akulturasi (kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus), asimilasi (proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan dari golongan-golongan manusia tersebut masing-masing berubah sifatnya yang khas dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran[1]), dan akomodasi (suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang mengarah kepada adaptasi sehingga antar individu atau kelompok terjadi hubungan saling menyesuaikan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan[2])

b. Sistem pendidikan formal yang maju

Pendidikan formal dalam hal ini berarti pendidikan yang ditempuh melalui jenjang-jenjang pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Dengan pendidikan kita dapat membuka pikiran serta menerima hal-hal baru. Selain itu kita dapat membandingkan kebudayaan mana yang mampu memenuhi kebutuhan kita serta kebudayaan mana yang tidak sesuai. Melalui pengetahuan itu, mendorong seseorang mengadakan perubahan untuk mencapai tujuan hidupnya.

c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju

Sikap tersebut merupakan salah satu sikap yang mendorong munculnya penemuan-penemuan social yang membawa perubahan social. Karena jika hasil karya seseorang dihargai, maka seseorang akan terpacu untuk menemukan sesuatu yang baru.

d. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.

System terbuka ini memungkinkan adanya gerak gerak social vertical sehingga memberi kesempatan untuk menaiki stratifikasi tinggi. System ini mendorong seseorang melakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik.

e. Penduduk yang heterogen.

Masyarakat yang heterogen akan lebih mudah melakukan perubahan. Contoh, masyarakat Indonesia yang memiliki kebudayaan, ras, dan ideology yang berbeda-beda. Masyarakat tersebut akan sangat mudah mengalami pertentangan. Pertantangan-pertentangan tersebut dapat menimbulkan keguncangan yang pada akhirnya mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat.

f. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

Hal ini mendorong masyarakat melakukan perubahan. Dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi di Indonesia. Contoh: adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap cara kerja pemerintah.


2. Faktor penghambat perubahan social

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat lain. Mereka terkungkung dalam tradisinya sendiri dan tidak mengalami perubahan, Padahal kebudayaan lain dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan kunci terjadinya perubahan sosial budaya.

b. Sikap masyarakat yang sangat tradisional

Masyarakat tradisional biasanya bersikap mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau. Mereka beranggapan bahwa tradisi tersebut secara mutlak tidak dapat diubah. Anggapan inilah yang menghambat adanya proses perubahan sosial. Keadaan tersebut akan menjadi lebih buruk apabila yang berkuasa dalam masyarakat yang bersangkutan adalah golongan konservatif.

c. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

Pada dasarnya semua unsur kebudayaan tidak mungkin berintegrasi dengan sempurna. Namun demikian, terdapat beberapa unsur tertentu memiliki derajat integrasi yang tinggi. Keadaan inilah yang membuat suatu masyarakat merasa khawatir dengan datangnya unsur-unsur dari luar. Hal ini dikarenakan unsur-unsur tersebut mampu menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu di masyarakat.

d. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat

Terlambatnya perkembangan ilmu pengetahuan suatu masyarakat dimungkinkan karena kehidupan masyarakat yang terasing dan tertutup. Namun, dapat pula dikarenakan sebagai akibat dijajah oleh masyarakat lain. Biasanya masyarakat yang dijajah dengan sengaja dibiarkan terbelakang oleh masyarakat yang menjajah. Hal ini dimaksudkan menjaga kemurnian masyarakat guna mencegah terjadinya pemberontakan atau revolusi.

e. Adat atau kebiasaan

Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Adat dan kebiasaan ini dapat berupa kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, dan cara berpakaian tertentu. Adat dan kebiasaan tersebut sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat sehingga sukar untuk diubah.

f. Prasangka terhadap hal-hal yang baru atau sikap yang tertutup

Sikap demikian dapat dijumpai pada masyarakat yang pernah dijajah. Mereka selalu mencurigai sesuatu yang berasal dari negara-negara Barat. Secara kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari negara-negara Barat. Sehingga segala sesuatu yang berasal dari negara-negara Barat mendapat prasangka buruk oleh masyarakat setempat.

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

Setiap usaha mengadakan perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi. Di mana ideologi masyarakat mempakan dasar integrasi masyarakat tersebut. Oleh karenanya, perubahan sosial tidak terjadi.

3. Faktor penyebab perubahan social

a. factor internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Yang dimaksud dengan masyarakat di sini dapat kolektif dan dapat pula individual. Faktor-faktor internal

tersebut antara lain:

1) Bertambah atau Berkurangnya Penduduk

Bertambahnya penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struk-tur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Contoh, dengan adanya urbanisasi, mencetak pengangguran-pengangguran baru yang menyebabkan meningkat-nya angka kemiskinan. Situasi ini mengakibatkan tingginya angka kriminalitas di kota-kota besar. Sedangkan berkurangnya penduduk karena urbanisasi mengakibatkan kekosongan yang berakibat berubahnya bidang pembagian kerja, stratifikasi sosial, dan lain-lain.

2) Penemuan-Penemuan Baru (Inovasi)

Penemuan-penemuan baru sebagai akibat terjadinya perubahan dapat dibedakan menjadi discovery dan invention, discovery merupakan penemuan baru dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa alat baru ataupun berupa suatu ide yang baru. Gontoh, penemuan mobil diawali dengan pembuatan motor gas oleh S. Marcus.

Selanjutnya, discovery menjadi invention jika masyarakat sudah mengakui, menerima, bahkan menerapkan penemuan tersebut. Adanya mobil yang telah disempurnakan menjadi sebuah alat pengangkutan manusia merupakan salah satu wujud invention. Invention menunjuk pada upaya menghasilkan suatu unsur kebudayaan baru dengan mengombinasikan atau menyusun kembali unsur-unsur kebudayaan lama yang telah ada dalam masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat, faktor-faktor pendorong individu mencari penemuan baru sebagai berikut.

a) Kesadaran dari orang per orang akan kekurangan dalam kebudayaannya.

b) Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu keadaan,

c) Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.

3) Konflik dalam Masyarakat

Pertentangan atau konflik dalam masyarakat marnpu pula menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Secara umum pertentangan tersebut dapat berupa pertentangan antarindividu, antara individu dengan kelompok, antarkelompok serta konflik antargenerasi. Pada umumnya akibat konflik dapat merenggangkan kekeluargaan atau golongan. Hal inilah yang menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat.

4) Pemberontakan dan Revolusi

Pada umumnya pemberontakan terjadi karena adanya ketidakpuasan anggota masyarakat terhadap suatu sistem pemerintahan yang ada. Oleh karena situasi dan kondisi ini mendorong munculnya revolusi sebagai wujud dari pemberontakan. Adanya revolusi akan membawa perubahan-perubahan yang besar dan berlangsung cepat. Misalnya, revolusi Mei yang terjadi di Indonesia, perubahan-perubahan besar terjadi di Indonesia baik perubahan kepala negara, wakil kepala negara, struktur kabinet sampai pada perilaku warga masyarakat. Masyarakat menjadi lebih berani mengkritisi cara kerja pemerintah.

b. factor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang bisa mendorong terjadinya perubahan sosial. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Lingkungan Alam/Fisik di Sekitar Manusia

Lingkungan alam dapat mengakibatkan perubahan sosial. Terjadinya gempa bumi, banjir bandang, tsunami, topan, gunung meletus, dan lain-lain mengakibatkan sebagian warga yang tinggal di daerah tersebut terpaksa mengungsi ke daerah lain. Di tempat pengungsian, mereka haras beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik maupun sosialnya, kondisi ini mengakibatkan per­ubahan-perubahan pada lembaga-lembaga ke-masyarakatan. Contoh, masyarakat di Desa Siring, Porong, Sidoarjo. Akibat luapan lumpur panas mereka terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan untuk sementara mereka tidak bekerja.

2) Peperangan

Peperangan, terutama yang melibatkan dua negara dengan segala kekuatannya, berarti peperangan terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lain di luar batas-batas negara. Sebagai akibatnya, rakyat mengalami kehidupan yang penuh ketakutan, harta benda menjadi hancur, menimbulkan kemiskinan dan tidak menutup kemungkinan menelan banyak korban jiwa. Akibatnya struktur masyarakat pun mengalami perubahan, sebagaimana perubahan yang terjadi pada negara Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II. Jepang berubah dari negara agraris militer menjadi suatu negara industri.

3) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Yang pada akhirnya, memunculkan perubahan sosial. Hal ini dikarenakan masing-masing masyarakat memengaruhi masyarakat lain, tetapi juga menerima pengaruh dari yang lain sehingga terjadi penyebaran kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan baru.



[1] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta, 1990, hal. 248-255

[2] Menurut Gillin dan Gillin

Minggu, 16 Agustus 2009

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA HINDU-BUDHA DI INDONESIA

Agama Hindu- Budha berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Timur. Asia Tenggara termasuk Indonesia. Timbul suatu pertanyaan bagaimana proses masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap kebudayaan Indonesia?

Proses Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.

Untuk lebih jelasnya, silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara berikut ini

Gambar 1. Peta jalur perdagangan laut Asia Tenggara




Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.

Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.

Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:

  1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.
  2. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
  3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.

Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.

Disamping pendapat / hipotesa tersebut di atas, terdapat pendapat yang lebih menekankan pada peranan Bangsa Indonesia sendiri, untuk lebih jelasnya simak uraian berikut ini.

Hipotesis Arus Balik dikemukakan oleh FD. K. Bosh. Hipotesis ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut:

  • Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Budha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.
  • Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk menghindukan seseorang

Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.

Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).


STRUKTUR MASYARAKAT ASIA TENGGARA SEBELUM KEDATANGAN BANGSA BARAT


J.C.van Leur, adalah ahli Indologi dari Leiden yang pada tahun 1934 sampai dengan tahun 1940 tidak jemu-jemunya mengkritik Historiografi Kolonial. Anggapannya antara lain bahwa sejarah kolonial memandang Indonesia sejak abad ke 17 dari atas geladak kapal, tembok benteng dan kantor dagang. Dia telah tiba pada pendapatnya yang disebut “Sejarah Otonom”. Dalam ruang lingkup pendapat tersebutlah Van Leur mengatakan bahwa kedatangan VOC untuk berdagang didaerah Asia tidak membawa perubahan apa-apa. Perubahan sosial di Asia atau Asia Tenggara atau di Indonesia, baru terjadi sejak abad ke 19, berkaitan dengan industrialisasi di Eropah, atau setelah VOC dibubarkan dan perannya diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Pandangan van Leur ini sebagaimana tulisan De Jong dalam bukunya “De Waaier van het fortuin” (terbit tahun 1998) sangat mempengaruhi jalan fikiran banyak sarjana setelah perang dunia ke II. Misalnya pakar dari Amerika Serikat yang ingin memahami gejolak nasionalisme dan munculnya negara baru di Asia Tenggara menulis salah satu bukunya “In Search of Southeast Asia : A Modern History” diilhami pemikiran Van Leur tentang sejarah Asia. Namun disamping itu, sejak tahun 1980 telah muncul sejumlah studi yang membantah pendapat van Leur. Misalnya sarjana Australia, Anthony Reid dalam 2 jilid bukunya “ Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680” (1992) mengatakan bahwa VOC membawa dampak yang cukup besar dalam bidang politik dikerajaan-kerajaan Asia Tenggara. Sedangkan dibidang perdagangania dia menyimpulkan bahwa dengan munculnya hegemoni VOC dalam bidang ini sejak pertengahan abad ke 17, maka dinamika perdagangan di Asia Tenggara (khususnya Indonesia) beralih sama sekali ketangan VOC.
Tulisan ini akan membahas bagaimanakah struktur masyarakat Asia tenggara sebelum kedatangan bangsa barat dengan pola pertanian dan perdagangannya.

a. Pola pertanian


Air dan hutan merupakan dua unsur dominan di Asia tenggara yang menggambarkan kesuburan tanah didaerah ini. Ditambah musim tropis yang sangat nyaman dan kecilnya peluang terjadinya bencana, memungkinkan alam berbaik hati kepada para petani. Pola pertanian yang terdapat di Asia Tenggara antara lain dimaksudkan untuk menggarap tanah dengan tujuan hasil pertanian paling pokok yaitu kebutuhan makan sehari-hari. Bahan makanan pokok utama sehari-hari adalah Beras. Pada abad ke 15 padi sudah menjadi tanaman yang disukai dan dimana-mana tumbuh dengan baik kecuali didaerah pulau-pulai ditimur Indonesia yang gersang seperti Timor, Maluku Selatan, kepulauan Aru, Buton, selayar dll. Disana mereka membudi dayakan sagu untuk makanan pokoknya. Padi terdapat hampir disemua daerah Asia tenggara mulai dari Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunai, Filipina. Pembajakan tanah yang ditarik binatang, cara menanam, memotong (menggunakan ani-ani), menumbuk dan menuai padi sehingga menghasilkan beras dapat dikatakan hampir sama disenua tempat, meskipun disana-sini ada sedikit perbedaan. Termasuk pula sistim pengairan maupun penanam padi ladang, serta pertanian berpindah. Disamping tanaman pokok tersebut diatas masyarakat Asia Tenggara juga menanam berbagai jenis tanaman yang kemudian menentukan jalannya sejarahnya. Salah satu komoditi tanaman melimpah yang membawa Asia Tenggara kedalam sistim perdagangan dunia adalah rempah-rempah. Jenis rempah-rempah utama yang ditanam adalah cengkeh, pala, lada. Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, rempah-rempah ini sudah diperdagangkan secara luas di Asia yang kemudian menembus Eropah. Diluar rempah-rempah para peneliti asing tidak menemui sayur-sayuran yang melimpah kecuali dijawa. Dalam jumlah yang terbatas juga ditanam berbagai jenis tanaman yang dipakai untuk obat seperti asam, kunyit, jahe, kemukus, calamus. Cabai baru ditemukan belakangan setelah dibawa dari Amerika Selatan. Buah-buahan yang banyak jenisnya banyak ditemukan cukup melimpah seperti kelapa, durian, pepaya, manggis, jeruk besar, rambutan dan sebagainya.


b. Perdagangan.

Sebelum kedatangan bangsa barat, baik dizaman sebelum Islam maupun sesudah Islam, sistim perdagangan Asia Tengagara telah dibangun atas dua jalur perdagangan. Yaitu jalur sutera yang merupakan jalur darat yang berawal dari Cina melintas Asia Tenggara dan berahir dilaut tengah. Perjalanan ke Eropah dilanjutkan dengan kapal. Jalur kedua adalah jalur laut yang dimulai dari Cina, melalui Asia Tenggara dan berahir di Asia Timur. Motor dari jalur laut ini adalah hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin musim setiap tahun. Akibat dari jalur laut ini muncullah kota-kota dagang penting (emporium) seperti Aden, Bandar Abas, Kalikut, Malaka, Kanton dan sebagainya. Malaka merupakan pelabuhan besar yang penting di Asia Tenggara yang diperkirakan sudah berdiri sekitar tahun 1400 dan merupakan bandar dagang yang memiliki gudang-gudang besar. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah rempah-rempah dari maluku, lada dari Sumatera, beras dari Jawa. Selain itu terdapat pula pelabuhan penting lainnya seperti Banten, Tuban, Gresik, Surabaya. Para penguasa pelabuhan berdiam didalam kota yang dikelilingi benteng demi kemanan. Mereka menerima upeti/pajak dari para pedagang dikota pelabuhannya. Tugas utama diberikan kepada Syahbandar. Dialah yang pertama memeriksa dagangan dari kapal yang masuk dan yang pertama menawar atau membeli. Tidak sedikit penguasa pelabuhan ini yang memiliki kapal sendiri yang berlayar sampai manca negara. Para ahli berpendapat akibat fluktuasi yang meningkat sejak tahun 1400 dari frekuensi dan volume perdagangan, telah dicapai puncaknya pada tahun 1630. Setelah itu menurun. Periode ini menurut Anthony Reid disebut sebagai “ Age of Commerce”. Karena dampaknya juga terasa di Eropah dalam periode yang sama, maka dianggap suatu gejala global yang disebut “The long sixteenth century”. Sebelum kedatangan bangsa barat, perdagangan Asia tenggara juga ditandai apa yang disebut “Tributary trade” atau perdagangan upeti kepada Cina, karena pada saat itu Cina merupakan negara hegemoni bagi kerajaan-kerajaan pedagang di Asia Tenggara. Mereka mengirim kapal upeti setiap tahun ke Cina. Hal yang sama juga dilakukan semua penguasa Malaka untuk mendapat perlindungan Cina dari ancaman negara tetangga seperti Siam. Dalam Inter Asia Trade ini selain melakukan export (rempah-rempah dan hasil bumi lainnya), dari manca negara mereka mengexport berbagai komoditi yang laku di Asia Tenggara. Misalnya sutera dan keamik dari Cina, tekstil dari India.

Asal Usul Nama Indonesia

Sejarah

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:

… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. LoganIndonesia. memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

Bendera

Cokelat – Bendera


Bendera - Cokelat


biar saja ku tak seindah matahari

tapi selalu ku coba tuk menghangatkanmu

biar saja ku tak setegar batu karang

tapi selalu ku coba tuk melindungimu


biar saja ku tak seharum bunga mawar

tapi selalu ku coba tuk mengharumkanmu

biar saja ku tak seelok langit sore

tapi selalu ku coba tuk mengindahkanmu


ku pertahankan kau demi kehormatan bangsaku

ku pertahankan kau demi tumpah darah

semua pahlawan-pahlawanku


* merah putih teruslah kau berkibar

di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini

merah putih teruslah kau berkibar

di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini

merah putih teruslah kau berkibar

ku akan selalu menjagamu



Lirik lagu Cokelat – Bendera ini dipersembahkan oleh LirikLaguIndonesia.Net. Kunjungi DownloadLaguIndonesia.Net untuk download MP3 Cokelat – Bendera.

Sabtu, 15 Agustus 2009

BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL

1. Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi

Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan social dibedakan menjadi dua bentuk umum, yaitu :

  1. Perubahan yang berlangsung lama (evolusi)

Adalah perubahan-perubahan social yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendaktertentu dari masyarakat yang bersangkutan.

Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain perubahan social terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan social dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.

  1. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi)

Merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan social mengenai unsure-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat.

Revolusi sering kali diawali adanya ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.

Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain:

  1. Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan tersebut.
  2. Adanya seseorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
  3. Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.
  4. pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat.
  5. 5. Harus ada momentum (pemilihan waktu yang tepat)untuk revolusi, yaitu suatu saat dimana segala keadaan dan factor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.

2. Perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan

  1. Perubahan yang direncanakan

Adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat (Selo Soemardjan: 1974).

Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin lembaga kemasyarakatan. Contoh perubahan yang direncanakan misalnya, untuk mengurangi angka kematian anak-anak akibat polio, pemerintah mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN); untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB).

  1. Perubahan yang tidak direncanakan

Biasanya perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karena terjadi diluar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Misalnya, kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai akibatnya, banyak perkampungan dan pemukiman masyarakat terendam Lumpur yang mengharuskan para warganya mencari pemukiman baru.

3. Perubanan yang berpengaruh besar dan perubahan yang berpengaruh kecil

a. Perubahan berpengaruh besar

Dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, system mata pencaharian dan stratifikasi masyarakat. Contoh perubahan masyarakat agraris menajdi masyarakat industrialisasi.

b. Perubahan berpengaruh kecil.

Merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur social yang tidak membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh : perubahan mode rambut.